Pengikut

Rabu, 26 Januari 2011

...

Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang :

“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia kepadaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! Aku tidak akan melarang, sebab untukku tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin,”

Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke Kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada Raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa – siapa, cepat memisahkan diri ke barat!

Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu : Kekuasaan akan turut dengan kalian! Dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena – mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!

Kalian yang disebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedarah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah dilebak Cawene. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir!Silahkan Pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!

Kalian yang disebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang akan menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!

Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang Kotanya, Hilang Negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong dan bahkan berlebihan kalau bicara.

Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian – sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin pengganti! Ada yang berani menelusuru terus – menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah anak gembala. Rumahnya dibelakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan Kerbau bukan Domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang ditemui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.

Dengarkan! Yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong, nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digambarkan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. Semenjak itu, raja – raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.

Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahkan jaman sudah berganti! Pada saat itu geger diseluruh Negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!

Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. Mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.

Lalu sayup – sayup dari laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara disini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan disana- sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, Jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan cara sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang putih dihancurkan, yang hitam diusir. Kepulauan ini sangat kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. Seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan , yang menghentikan adalah orang seberang.

Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan Penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul disiang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas Negara kita, berdiri lagi sebuah Negara. Negara di dalam Negara dan Pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.

Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta!Bukan buta pemaksa, tetapi buat tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. Memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.

Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih – alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan penjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.

Waspadalah! Sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.

Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! Di situ akan banyak huru – hara, yang bermula disatu daerah semakin lama semakin besar meluas diseluruh Negara. Yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa – bawa.

Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan Negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya diujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawene!

Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! Jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa Jaya lagi, sebab berdiri Ratu adil, ratu adil yang sejati.

Tapi ratu siapa?darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.

Silahkan pergi, ingat jangan menoleh kebelakang!

BIBIT – BOBOT – BEBET

BIBIT – BOBOT – BEBET

Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orangtua melaksanakan pemilihan yang seksama akan calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya. Pemilihan ini jangan dianggap sebagai budaya pilih – pilih kasih, tapi sebenarnya lebih kepada kecocokan multi dimensi antara sepasang anak manusia. Kriteria yang dimaksud yaitu :

Bibit : yang berarti biji / benih

Bebet : yang berarti jenis / tipe

Bobot : yang berarti nilai / kekuatan

Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal dari benih (bibit) yang baik, dari jenis (bebet) yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.

Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata – mata memandang lahiriah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan. Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud lahiriah dan harta bendadapat melupakan tujuan mendapatkan keturunan yang baik, saleh, berbudi luhur, cerdas, sehat wal afiat, dan sebagainya.

Cinta, Waspada dan Pertunangan

Peribahasa mengatakan : “cinta itu buta”. Berpedoman, bahwa hidup suami isteri itu mengandung cita – cita luhur yaitu mendapatkan keturunan yang baik, maka janganlah menuruti kata peribahasa tersebut. Pada hakekatnya peribahasa itu sendiri pun mengandung “peringatan”. Memperingatkan, agar supaya dalam bercinta tidak buta mata hati, mata kepala dan pikiran.

Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita – cita justru harus diliputi oleh waspada dalam hati dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama lain dan waspada akan penggoda di dalam hatinya sendiri. Kewaspadaan itu menghendaki pengamatan dan penghayatan satu sama lain mengenai sikap dan pendirian terhadap hal – hal yang penting yang sudah pasti dijumpai dalam hidup antara lain soal keluarga, agama, kemasyarakatan dan sebagainya.

Perbedaan sikap dan pendirian terhadap hal – hal yang penting (prinsip) seperti diatas, niscaya akan mengakibatkan kesukaran dikemudian hari. Persesuaian haruslah timbul dari keyakinan dan tidak membohongi diri sendiri, misalnya dengan berjanji atau memberi kesanggupan dengan sumpah lisan atau tulisan, pernikahan di muka catatan sipil dan lain sebagainya tetapi di dalam hati masih ada keraguan.

Pertunangan dengan atau tanpa tukar cincin adalah usaha mendekatkan pria dan wanita yang menjalin kisah dan hendak hidup sebagai suami isteri. Pertunangan tidak boleh diartikan lalu boleh bergaul sebebas – bebasnya hingga perbuatan sebagai suami isteri. Dalam hal itu calon isteri haruslah teguh hati, mencegah jangan sampai terjamah kehormatannya. Ingatlah, bahwa calon suami atau isteri itu bukan atau belum suami atau isterinya.. Sekali terjadi peristiwa dan sang wanita hamil tidak mustahil menjadi persoalan sebagai pangkal persengketaan. Kalau sang pria ingkar, pertunangan putus, sang wanita menjadi korban.

Sabtu, 14 Agustus 2010

PANGERAN SAKE:CITEUREUP

Pangeran Sake atau Mbah Shiheh. Pangeran Sake terkenal sebagai seorang penyebar atau dai di tatar Sunda. Saat ini makamnya masih terurus dengan baik di kampung Gang Nangka RT. 02/01 Desa Karangasem Timur Kecamatan Citeureup.

Dia adalah penyebar Islam di : Citereup, Cilengsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Cariu, Jonggol dan Sukamakmur.

Pangeran Sake ada di Citeureup Tahun 1682

MASJID AGUNG BANTEN

merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.

selain sebagai Obyek Wisata Ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan Obyek Wisata Pendidikan dan Sejarah. Dengan mengunjungi Masjid ini, Wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada Abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.

Di serambi kiri Masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah dan Ratu Masmudah.

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Propinsi Banten Indonesia.

Makam “Banten” :
Pangeran Arya Mandalika adalah Putra Sultan Maulana Yusuf dari Isteri yang lain (bukan Permaisuri Ratu Khadijah). Pangeran Arya Mandalika menjabat sebagai Panglima Perang merangkap Menteri Perlengkapan, terletak di Kampung Kroyo sebelum Kraton Kaibon Kec. Kasemen Kota Serang.
Makam Sultan Pangeran Aspati/Mulyasmara, adalah salah seorang tokoh agama islam di Banten yang diperkirakan berasal dari Masyarakat Baduy yang masuk islam dan mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Banten. Terletak di Desa Kasunyatan Kec. Kasemen Kota Serang.

Makam Pangeran Jaga Laut
Adalah Putera Sultan Banten dari isteri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah satu Ulama Besar Banten, yang menyebarkan islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Desa Kronjo.

Makam Syekh Muhamad Sholeh bin Abdurohman atau lebih dikenal dengan penjiarahan Gunung Santri terletak di atas Puncak Gunung Santri di Kec. Bojonegara Kab. Serang, terletak disebelah Barat Laut Daerah Pantai Utara, 25 Km dari Kota Serang atau sekitar 7 Km dari Kota Cilegon.

Makam Arya Wangsakara, makam ini berada di Kampung Lengkong
Sumedang/Lengkong Santri, Desa Pagedangan Kec. Curug. Nama Tokoh utama yang dimakamkan di Komplek makam ini adalah Raden Aria Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran Cucu Pucuk Umum dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Aria Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak Ibu berasal dari Banten.

SEJARAH Banten
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan Kota Pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan Masyarakat yang terbuka dan Makmur. Banten juga merupakan bagian dari Kerajaan tarumanagara. Salah satu Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti CidangHiyang atau Prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak ditepi CidangHiyang, Kec. Munjul, Pandeglang, Banten.

Prasasti ini baru ditemukan Tahun 1947 atau berisi dua baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi Prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara akibat serangan Kerajaan Sriwijaya, kekuasaan dibagian Barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda.

Banten menjadi salah satu Pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten Adalah salah satu Pelabuhan Kerajaan itu selain Pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (tangerang), Kalapa dan Cimanuk.

Makam Keramat Cirebon

Makam Sunan Gunung Jati
dihiasi dengan keramik buatan Cina Jaman Dinasti Ming. Di Komplek Makam ini disamoping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati. Lokasi ini merupakan komplek bagi keluarga Keratron Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon. Makam Sunan Gunung Jati terletak di Astana, Kec. Gunung Jati Kab. Cirebon. hanya sekitar kurang lebih 3 Km sebelah utara Kota Cirebon.

Kawasan Makam Sunan Gunung Jati memiliki lahan seluas 5 hektare. selain tempat utama untuk peziarah, kawasan ini juga dilengkapi tempat pedagang kaki lima , alun - alun, lapangan parkir dan fasilitas umum lain. kawasan makam Sunan Gunung Jati terdiri dari dua komplek Makam. Yang utama ialah komplek Makam sunan Gunung Jati, di Gunung Sembung terdiri dari 500 Makam, letaknya disebelah Barat Jalan Raya Cirebon - Karangampel - Indramayu. yang satu lagi yakni komplek Makam Syekh Dathul Kahfi di Gunung Jati, berada di timur Jalan Raya.
Terletak 9 Km dari Ibukota Cirebon ke arah utara (di Desa Trusmi, Kec. Weru). Makam Ki Buyut Trusmi yaitu salah seorang Tokoh penyebar Agama Islam di Wilayah Cirebon.

GUA SUNYARAGI
Pentilasan arsitektur purba terdapat di Gua Sunyaragi sekitar 4 Km dari pusat Kota dan dapat ditempuh dengan segala jenis kendaraan dalam waktu 15 Menit. Tempat ini dahulu merupakan tempat melakukan meditasi para Sultan Cirebon. Oleh Pemerintah Daerah, tempat ini telah dilengkapi dengan suatu panggung terbuka untuk pertunjukan pagelaran seni atau sendratari.

MUNTILAN (GUNUNG PRING)

Yaitu komplek makam Simbah Kiyai Raden Santri (Pangeran Singosari – Mataram), Pang Kerto Taruno, Kiyai Krapyak III terus di Daerah Cacaban ada makam Simbah Kiyai Tuk Songo dan di sekitar Daerah trasan makan Raden Senthot Alibasah Prawiro Dirjo.

Makam Kyai Haji Akhmad Dahlan Gunung Pring Muntilan, sebuah petilasan yang bernama Kebon Mojo di Desa Pabelan Kec. Mungkid Kab. Magelang Prop. Jawa Tengah, yang dalam sejarah perjuangan merupakan persembunyian Mbah Kyai Mojo di situ terdapat sebuah petilasan sumur Kyai Mojo dan arah barat dari sumur tersebut terdapat batu besar sebesar Gajah malah lebih mirip pantat Gajah berbentuk bulat yang terbelah menjadi dua di pinggir sungai jebol yang sangat angker, lokasi 1 kilo meter dari jalan protokol Jogja Semarang sungguh sangat keramat…

Sragen, Salatiga, Boyolali

Legenda Gunung Tugel juga berasal dari Boyolali.
Seperti kebanyakan Legenda di Jawa Tengah, Legenda ini bermula dari sebuah makam. Makam itu adalah makam Kiai Singaprana, seorang cucu Raden Joko Dandun, yang oleh Masyarakat Surakarta sering disebut dengan nama Syekh Bela-Belu, Putra Brawijaya V, Raja Majapahit Terakhir.

Daerah Pengging :

Tiga lokasi yang dianggap keramat, yakni Umbul Siraman Dalem, Umbul Sungsang dan makam eyang Yosodipuro.

Yosodipuro adalah Sastrawan/Pujangga jaman Kerajaan Mataram, sebelum Ronggowarsito.
Kyai Yosodipuro I lahir tahun 1792 dan wafat tahun 1802. Pujangga Surakarta ini Tumenggung Sastranegara atau Kyai Yosodipuro II. Keduanya merupakan pujangga, bahkan terkadang sulit membedakan hasil karyanya karena beliau berdua melahirka karyanya secara (kurang lebih)bersamaan. Adapun hasil karyanya yang terkenal antara lain Gubahan Arjuna Wiwaha, menyusul kemudian gubahan Bharatyudha, karya lainnya serat panitisastra, sedang karya Kyai Jasadipuro II antara lain : serat Arjunasosrobahu.

Saat wafatnya Kyai Yosodipuro I, lahirlah Raden Ngabehi Ronggowarsito. Tepatnya tanggal 14 Maret 1802. Beliau ini juga keluarga sastrawan Jawa. Cucu dari Raden Ngabehi Jasadipuro II, jadi memang darah keturunan pujangga.
Hal lain :

Desa Butuh, Kec. Plupuh, Kab. Sragen adalah tempat makam keluarga Jaka Tingkir (mas Karebet)
Di Desa Tingkir (Daerah Salatiga) inilah Mas Karebet dilahirkan.

Ayah Mas Karebet berasal dari Daerah Pengging (boyolali)
Tidak jauh dari pos tingkir (Salatiga) agak kedalam ada sendang Senjoyo. Sendang ini tempat Eyang Sanjaya Mataram Kuno. Dan sendang ini juga pernah dipakai Jaka Tingkir untuk Tapa Kungkum.