Pengikut

Sabtu, 14 Agustus 2010

PANGERAN SAKE:CITEUREUP

Pangeran Sake atau Mbah Shiheh. Pangeran Sake terkenal sebagai seorang penyebar atau dai di tatar Sunda. Saat ini makamnya masih terurus dengan baik di kampung Gang Nangka RT. 02/01 Desa Karangasem Timur Kecamatan Citeureup.

Dia adalah penyebar Islam di : Citereup, Cilengsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Cariu, Jonggol dan Sukamakmur.

Pangeran Sake ada di Citeureup Tahun 1682

MASJID AGUNG BANTEN

merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini di bangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar Tahun 1552 - 1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi Bunga - bunga Flamboyan.

selain sebagai Obyek Wisata Ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan Obyek Wisata Pendidikan dan Sejarah. Dengan mengunjungi Masjid ini, Wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah Kerajaan Islam di Banten pada Abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina dan Eropa.

Di serambi kiri Masjid ini terdapat Makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan Permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Nashr Abdul Kahar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhamad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah dan Ratu Masmudah.

Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang Propinsi Banten Indonesia.

Makam “Banten” :
Pangeran Arya Mandalika adalah Putra Sultan Maulana Yusuf dari Isteri yang lain (bukan Permaisuri Ratu Khadijah). Pangeran Arya Mandalika menjabat sebagai Panglima Perang merangkap Menteri Perlengkapan, terletak di Kampung Kroyo sebelum Kraton Kaibon Kec. Kasemen Kota Serang.
Makam Sultan Pangeran Aspati/Mulyasmara, adalah salah seorang tokoh agama islam di Banten yang diperkirakan berasal dari Masyarakat Baduy yang masuk islam dan mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Banten. Terletak di Desa Kasunyatan Kec. Kasemen Kota Serang.

Makam Pangeran Jaga Laut
Adalah Putera Sultan Banten dari isteri yang lain (bukan Nyi Ratu Ayu Kirana). Beliau merupakan salah satu Ulama Besar Banten, yang menyebarkan islam di kawasan pesisir utara Banten. Terletak di Desa Kronjo.

Makam Syekh Muhamad Sholeh bin Abdurohman atau lebih dikenal dengan penjiarahan Gunung Santri terletak di atas Puncak Gunung Santri di Kec. Bojonegara Kab. Serang, terletak disebelah Barat Laut Daerah Pantai Utara, 25 Km dari Kota Serang atau sekitar 7 Km dari Kota Cilegon.

Makam Arya Wangsakara, makam ini berada di Kampung Lengkong
Sumedang/Lengkong Santri, Desa Pagedangan Kec. Curug. Nama Tokoh utama yang dimakamkan di Komplek makam ini adalah Raden Aria Wangsakara bergelar Pangeran Wiraraja II atau terkenal dengan julukan Imam haji Wangsaraja. Ayahnya bernama Pangeran Wiraraja I atau bergelar Pangeran Lemah Beureum Ratu Sumedang Larang. Ibunya bernama Putri Dewi Cipta, anak Raden Kidang Palakaran Cucu Pucuk Umum dari Banten. Berdasarkan silsilah tersebut, Aria Wangsakara berasal dari Sumedang dan Cirebon, sementara pihak Ibu berasal dari Banten.

SEJARAH Banten
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan Kota Pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan Masyarakat yang terbuka dan Makmur. Banten juga merupakan bagian dari Kerajaan tarumanagara. Salah satu Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti CidangHiyang atau Prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak ditepi CidangHiyang, Kec. Munjul, Pandeglang, Banten.

Prasasti ini baru ditemukan Tahun 1947 atau berisi dua baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Isi Prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara akibat serangan Kerajaan Sriwijaya, kekuasaan dibagian Barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda.

Banten menjadi salah satu Pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten Adalah salah satu Pelabuhan Kerajaan itu selain Pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (tangerang), Kalapa dan Cimanuk.

Makam Keramat Cirebon

Makam Sunan Gunung Jati
dihiasi dengan keramik buatan Cina Jaman Dinasti Ming. Di Komplek Makam ini disamoping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati. Lokasi ini merupakan komplek bagi keluarga Keratron Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon. Makam Sunan Gunung Jati terletak di Astana, Kec. Gunung Jati Kab. Cirebon. hanya sekitar kurang lebih 3 Km sebelah utara Kota Cirebon.

Kawasan Makam Sunan Gunung Jati memiliki lahan seluas 5 hektare. selain tempat utama untuk peziarah, kawasan ini juga dilengkapi tempat pedagang kaki lima , alun - alun, lapangan parkir dan fasilitas umum lain. kawasan makam Sunan Gunung Jati terdiri dari dua komplek Makam. Yang utama ialah komplek Makam sunan Gunung Jati, di Gunung Sembung terdiri dari 500 Makam, letaknya disebelah Barat Jalan Raya Cirebon - Karangampel - Indramayu. yang satu lagi yakni komplek Makam Syekh Dathul Kahfi di Gunung Jati, berada di timur Jalan Raya.
Terletak 9 Km dari Ibukota Cirebon ke arah utara (di Desa Trusmi, Kec. Weru). Makam Ki Buyut Trusmi yaitu salah seorang Tokoh penyebar Agama Islam di Wilayah Cirebon.

GUA SUNYARAGI
Pentilasan arsitektur purba terdapat di Gua Sunyaragi sekitar 4 Km dari pusat Kota dan dapat ditempuh dengan segala jenis kendaraan dalam waktu 15 Menit. Tempat ini dahulu merupakan tempat melakukan meditasi para Sultan Cirebon. Oleh Pemerintah Daerah, tempat ini telah dilengkapi dengan suatu panggung terbuka untuk pertunjukan pagelaran seni atau sendratari.

MUNTILAN (GUNUNG PRING)

Yaitu komplek makam Simbah Kiyai Raden Santri (Pangeran Singosari – Mataram), Pang Kerto Taruno, Kiyai Krapyak III terus di Daerah Cacaban ada makam Simbah Kiyai Tuk Songo dan di sekitar Daerah trasan makan Raden Senthot Alibasah Prawiro Dirjo.

Makam Kyai Haji Akhmad Dahlan Gunung Pring Muntilan, sebuah petilasan yang bernama Kebon Mojo di Desa Pabelan Kec. Mungkid Kab. Magelang Prop. Jawa Tengah, yang dalam sejarah perjuangan merupakan persembunyian Mbah Kyai Mojo di situ terdapat sebuah petilasan sumur Kyai Mojo dan arah barat dari sumur tersebut terdapat batu besar sebesar Gajah malah lebih mirip pantat Gajah berbentuk bulat yang terbelah menjadi dua di pinggir sungai jebol yang sangat angker, lokasi 1 kilo meter dari jalan protokol Jogja Semarang sungguh sangat keramat…

Sragen, Salatiga, Boyolali

Legenda Gunung Tugel juga berasal dari Boyolali.
Seperti kebanyakan Legenda di Jawa Tengah, Legenda ini bermula dari sebuah makam. Makam itu adalah makam Kiai Singaprana, seorang cucu Raden Joko Dandun, yang oleh Masyarakat Surakarta sering disebut dengan nama Syekh Bela-Belu, Putra Brawijaya V, Raja Majapahit Terakhir.

Daerah Pengging :

Tiga lokasi yang dianggap keramat, yakni Umbul Siraman Dalem, Umbul Sungsang dan makam eyang Yosodipuro.

Yosodipuro adalah Sastrawan/Pujangga jaman Kerajaan Mataram, sebelum Ronggowarsito.
Kyai Yosodipuro I lahir tahun 1792 dan wafat tahun 1802. Pujangga Surakarta ini Tumenggung Sastranegara atau Kyai Yosodipuro II. Keduanya merupakan pujangga, bahkan terkadang sulit membedakan hasil karyanya karena beliau berdua melahirka karyanya secara (kurang lebih)bersamaan. Adapun hasil karyanya yang terkenal antara lain Gubahan Arjuna Wiwaha, menyusul kemudian gubahan Bharatyudha, karya lainnya serat panitisastra, sedang karya Kyai Jasadipuro II antara lain : serat Arjunasosrobahu.

Saat wafatnya Kyai Yosodipuro I, lahirlah Raden Ngabehi Ronggowarsito. Tepatnya tanggal 14 Maret 1802. Beliau ini juga keluarga sastrawan Jawa. Cucu dari Raden Ngabehi Jasadipuro II, jadi memang darah keturunan pujangga.
Hal lain :

Desa Butuh, Kec. Plupuh, Kab. Sragen adalah tempat makam keluarga Jaka Tingkir (mas Karebet)
Di Desa Tingkir (Daerah Salatiga) inilah Mas Karebet dilahirkan.

Ayah Mas Karebet berasal dari Daerah Pengging (boyolali)
Tidak jauh dari pos tingkir (Salatiga) agak kedalam ada sendang Senjoyo. Sendang ini tempat Eyang Sanjaya Mataram Kuno. Dan sendang ini juga pernah dipakai Jaka Tingkir untuk Tapa Kungkum.

PURWOREJO"JAWA TENGAH

Di Bagelan terdapat makam : Nyai Bagelan.
Dulu nama bagelan adalah Pagelan, dari kata “Medang” dan Gele (medang Kamulan).

Nyai Bagelan ini bernama lain : Raden Rara Rengganis I (Nyai Bang Wetan).

Beliau ini berasal dari Kerajaan Medang Kamulan. Lalu membabat Daerah Bagelan asal muasal Purworejo.

Sunan Geseng adalah murid dari ulama besar Jawa, yakni Sunan Kalijogo. Sebutan Sunan Geseng diberikan Sunan Kalijaga kepada Kyai Cokrojoyo I karena begitu setia terhadap perintahnya sehingga merelakan badannya menjadi hangus (geseng).

Alkisah, setelah ditinggal ibundanya yakni Nyai Ageng Bagelan, Bagus Gentho melanjutkan hidupnya di Desa Bagelan. Pekerjaan sehari-hari dilakukan menjadi petani seperti kebiasaan para leluhur. Setelah dewasa ia menikah dan memperoleh putra yang diberi nama Raden Darmarmoyo.

Raden Darmarmoyo mempunyai puteri bernama raden Rara Rengganis II yang setelah dewasa menikah dengan Kyai Pakotesan. Pernikahan mereka menghasilkan keturunan, yakni Pangeran Semono inilah Kyai Cokrojoyo I lahir untuk mencicipi kehidupan di Dunia dan kemudian dikenal sebagai Sunan Geseng.

SUKU BETAWI

Asal usul kaum Betawi di Jaman dulu pada abad tua, sebelum adanya Kerajaan Galuh dan Padjajaran, yakni Kerajaan di Jaman Hindu.

Berikut diterangkan asal muasal sejarah awal kaum/suku betawi sebelum jaman Pangeran Jayakarta atau tepatnya jauh sebelum jaman islam masuk pulau jawa.

Dengan Tokoh bernama Aki Tirem yang berasal dari ayahnya kerabat Medang (mataram Kuno) dan Ibunya dari percampuran Kutai dan Jawa timur (Kanjuruhan).

Aki Tirem hidup dan membuat priuk di wilayah Jakarta ini.
Aki Tire mini diijinkan tinggal dan membabat alas (yang sekarang menjadi Jakarta ini, karena berhasil menundukan sapuregel – bangsa ghaib).

Setelah cukup lanjut usia, kadang kala keluarga Aki Tire mini diserang dan dirampok oleh bajak laut. Karena cukup kewalahan sendiri melawan bajak laut yang banyak dan datang selalu tiba – tiba, demi untuk melindungi keluarga dan anak – anaknya, maka suatu ketika diputuskan untuk mencari bantuan dari seseorang.

Saat itulah Dewawarman seorang berilmu (yang kelak menjadi menantunya berawal diminta bantuan).

Dewawarman adalah Duta, Pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata, India. Ketika Dewawarman tiba sudah ada penguasa setempat bernama Aki Tirem atau Aki Luhur Mulya. Dewawarman kemudian menikah dengan Putri Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pwahaci Larasati. Dewawarman meneruskan kekuasaan setelah Aki Luhur Mulya Wafat.

Lalu berdirilah Kerajaan pertama yang akhirnya setelah berpindah, sekarang menjadi bagian Jakarta ini yang namanya Salakanagara Rajatapura. Salakanagara Nagara berasal dari bahasa Kawi : Salaka yang artinya perak dan nagara yang berarti Kerajaan / Pemerintahan. Ia menjadi Raja pertama dengan Gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara.

Raja – raja yang memerintah dikenal bergelar sebagai Dewawarman. Dari Dewawarman I hingga Dewawarman VIII. Salakanagara menjadi cikal bakal berdirinya Tarumanegara atau Kerajaan Taruma.

Raja Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anak sulungnya yang menjadi Dewawarman II dengan Gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarman Putra. Secara berurutan inilah nama – nama Raja yang memerintah di salakanagara.

Dewawarman I bergelar Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara.
Dewawarman II bergelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra (Putra Sulung Dewawarman I)
Dewawarman III bergelar Prabu Singasagara Bimayasawirya (Putra Dewawarman I )
Dewawarman IV (menantu dari Dewawarman II )
Dewawarman V (Menantu dari Dewawarman IV )
Mahisassuramardini warmandewi (Putri tertua Dewawarman IV, isteri dari Dewawarman V yang lebih dahulu wafat)
Dewawarman VI bergelar sang Moteng Samudra (putra Sulung Dewawarman V )
Dewawarman VII bergelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati (Putra Sulung Dewawarman VI ). Sphatikarnawa Warmandewi Putri Sulung Dewawarman VII )
Dewawarman VIII bergelar Prabu Darmawirya Dewawarman (Cucu Dewawarman VI yang menikah dengan Sphatikarnawa Warmandewi
Dewawarman IX Menjadi Raja namun kekuasaannya di bawah Tarumanegaraletak Salakanagara pertama kali ada di daerah Teluk Lada Pandeglang, lalu sempat pindah beberapa kali sampai berakhir ke Daerah Condet – Pasar Minggu dan Kekuasaannya mulai dari daerah Depok, Jakarta sampai Pandeglang Banten. Dan secara retorika di Condet salak tumbuh subur dan banyak sekali nama – nama tempat yang bermakna Sejarah, seperti Bale Kambang dan Batu Ampar.

Balekambang adalah pasangrahan Raja dan Batu Ampar adalah Batu besar tempat sesaji diletakan.

Di Condet juga terdapat Makam Kuno yang disebut Penduduk Kramat Growak dan Makam Ki Balung Tunggal, adalah tokoh dari jaman Kerajaan pelanjut Salakanagara yaitu Kerajaan Kalapa. Tokoh ini adalah pemimpin pasukan yang tetap melakukan peperangan walaupun tulangnya tinggal sepotong (dipenglihatan Musuh) maka lantaran dijuluki Ki Balung Tunggal.
Setelah Kerajaan salakanagara, muncul Tarumanegara, lalu Kerajaan Kalapa, Galuh, Padjajaran, dsb…

Berarti peradaban kaum disekitar Jakarta yang kita kenal denga orang Betawi itu cukup tua dan mengawali sebelum Kerajaan Galuh dan Padjajaran.

Lalu terjadi perubahan kultur di Kaum Betawi, yakni Asimilasi dari para Negara pendatang seperti : Portugis, China, Arab, juga menjadi peng-Adopsian kultur pada era perjuangan menjelang Kemerdekaan. Baik dari seni pakaian, Lagu, Musik, Tarian, alat Musik dsb.
Tetapi banyak sekali Suku Betawi yang tidak tau jaman Betawi Kuno, Umumnya kaum Betawi hanya mengenal dan mengenang kultur perjuangan Betawi sendiri di era : Pitung, Nyai dasima, dsb.

Padahal jauh sebelum era itu Betawi sudah eksis dan mengalami peradaban tua.

  • Semoga hal ini menjadikan wawasan dan kesadaran kita akan pentingnya Sejarah, terutama kita yang berasal dari Betawi asli.
  • Demikian kisah singkat secara garis besar tentang peranan dan keberadaan Betawi dimasa lampau.

KUDUS'JAWA TENGAH

Makam Sunan Kudus di Daerah Kota
Sejarah Kota Kudus :
Kudus berasal dari kata Al – Quds, yaitu Baitul Mukadis, sebuah nama saat tempat itu dinyatakan sebagai tempat suci oleh Sunan Kudus. Nama sebelumnya adalah Tajug (Tajug adalah bentuk alat arsitektur tradisional yang sangat kuno dipakai untuk tujuan keramat) atau dapat disebut juga bangunan makam. Dengan demikian Kota Tajug dulunya sudah memiliki sifat kekeramatan tertentu.

Lahirnya Kota Kudus tidak dapat dipisahkan dari nama sesepuh tertua yang pertama – tama menggarap tempat tersebut, yaitu Kyai tee Ling Sing. Beliau adalah Mubaligh Islam dari Yunan yang datang bersama – sama dengan seorang pemahat / pengukir ulung bernama Sun Ging An ( Kemudian menjadi kata kerja nyungging yang berarti mengukir, Daerah ukir mengukir di jaman Purbakala ini kemudian menjadi Desa Sunggingan ). Kyai Tee Ling Sing kemudian bersama – sama dengan pendatang Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) secara bertahap berhasil menguasai Daerah Kudus dan mengembangkannya.

Ciamis" Jawa Barat

Komplek pemakaman di blok Kliwon Kampung Blender Kel. Malebar Kab. Ciamis kurang begitu kenal di Masyarakat, padahal disini ada makam keramat dari sebuah Kerajaan di Ciamis, yakni makam keramat Raden Mas Kliwon.

Raden Mas Kliwon seorang Raja gagah perkasa dan bijaksana yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Galuh.

Makam Keramat Gunung Galuh, Yudanagara, Sindangrasa Ciamis, Jawa Barat Indonesia.
Goa Keramat Pananjung atau disebut juga Goa Parat (tembus). Terdapat di Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Tepat dipintu Goa terdapat dua makam Tokoh Mesir:

Makam Syech Ahmad dan makam Syech Muhamad. Makam ini untuk simbolik bahwa kedua tokoh itu hilang lewat goa itu untuk kembali ke Mesir lewat jalan Ghaib dan meninggalkan Pusaka. Kedua tokoh ini termasuk yang meng-Islamkan di Ciamis Selatan.

Goa ini juga pernah menjadi tempat Meditasi /tapa kedua tokoh lain :
Pangeran Maja Agung (adik) dan Pangeran Batara Sumenda (Kakak).
Karena di objek wisata ini pengunjung bisa menikmati keindahan panorama alam danau (situ) yang berudara sejuk dengan sebuah pulau terdapat ditengahnya yang disebut Nusa Larang. Di Nusa Larang ini terdapat Makam Sanghyang Kencana, putera kedua dari Prabu Sanghyang Borosngora, Raja Panjalu yang membuat Situ Lengkong pada masa beliau menjadi Raja Panjalu.

SAYYIDI SYEKH ABDULQODIR AL JAELANI

SAYYIDI SYEKH ABDULQODIR AL JAELANI
( 1 Ramadhan 471 H - 11 Rabiustsani 561 H )


Nama beliau adalah Abu Sholih Abdul Qadir bin Musa bin Abdullah bin Yahya al- Zahid bin Muhamad bin Dawud bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahdi bin Hasan al- Mutsana bin al- Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Beliau dilahirkan di Jailan, yaitu Negeri terpencil dibelakang Thabrastan, yang dikenal dengan Kail atau Kailan. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat ketika menisbatkan nama beliau kepada tanah kelahirannya, sebagian ada yang menisbatkan Wilayah Jilan ini menjadi Jili. Sebagian menisbatkannya Jilani, sebagian yang lain lagi menisbatkannya ke Daerah Kailan menjadi Kailani, sebagian orang yang menisbatkan beliau kepada Jilani mempunyai alasan karena beliau dilahirkan disana. Akan tetapi sebagian yang lain mengatakan bahwa penisbatannya kepada Jilani adalah karena Allah telah memberikan kepada Syaikh Abdul Qadir, kedudukan yang sangat tinggi disisi-nya sejak beliau berada di dalam kandungan ibunya (Innallaha tajalla 'alaihi wahuwa fi bathni ummihi).

Beliau pernah ditanya, kapan engkau mulai menjadi Waliyullah? beliau menjawab : " Sejak Kanak - kanak, karena aku mendengar suara dari langit". Ya Waliyullah lakukanlah seperti ini dan tinggalkanlah perkara ini . "bahkan termasuk Karomah adalah sewaktu Bayi ketika Bulan Ramadhan, beliau tidak pernah menetek kepada Ibunya.

Hal itu menjadi pedoman bagi penduduk Bagdad untuk menentukan awal bulan ramadhan dan juga hari raya. Suatu hari mereka bertanya kepada Ibunda Syaikh Abdul Qadir, apakah beliau siang itu menetek atau tidak, ketika beliau tidak menetek maka bulan ramadhan telah masuk dan apabila disiang hari pada bulan ramadhan beliau menetek pada ibunya maka itu bertanda bahwa hari raya telah tiba.

Gedong Songo

Gunung Ungaran dan sekitarnya :
ada Candi Gedong Songo yang mempunyai karakter Aura Alam Ghaib yang begitu kuat dan mistik.
Sesuai namanya komplek candi ini terdiri atas sembilan candi, berderet bawah ke atas yang dihubungkan dengan jalan setapak bersemen. Satu Candi yang berada dipuncak paling tinggi disebut puncak Nirwana. Sayang sekali dari sembilan Candi dua diantaranya sudah rusak hingga sekarang tinggal tujuh buah.
Ada juga bukit Kendalisodo dan Gua tempat Hanoman bertapa.

Komplek Candi Gedong Songo ini dibangun oleh Putera Sanjaya, Raja Mataram Kuno pada sekitar abad 7 masehi. Melihat langgam arsitektur dan pendirinya yang beragama hindu, candi gedong songo jelas merupakan candi hindu yang dibangun untuk tujuan pemujaan.

Berbagai patung Dewa yang ada disini seperti Syiwa mahaguru, Syiwa Mahadewa, Syiwa Mahakala, Durgamahesasuramardhani dan Ganesya sebagai bangunan pemujaan umat hindu. Juga ditemukan Lingga dan Yoni yang merupakan ciri khas candi hindu di Indonesia.

Kisah Gunung Ungaran :
Gunung Ungaran tempat candi gedong songo ini berdiri dahulu kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pewayangan Ramayana yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, Suaminya.

Untuk merebut Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka dengan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan hanoman. Syahdan dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai senjata oleh Rama.

Melihat itu Hanoman yang anak Dewa itu kemudian mengangkat sebuah Gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup - hidup oleh gunung yang disebut sebagai gunung ungaran.

Dasamuka yang tertimbun hidup - hidup di dasar gunung ungaran setiap hari mengeluarkan rintihan berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal dari sumber air panas yang terdapat disitu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu sendiri akhirnya menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa panyakit kulit.

Kamis, 12 Agustus 2010

MAKAM KERAMAT GUNUNG LAWU (JAWA TENGAH)

Nama asli gunung lawu adalah Wukir Mahendra
Puncak tertinggi Gunung Lawu (Puncak Argo Dumilah) berada pada ketinggian 3.265 m dpl.
Sejak Jaman Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit pada abad ke 15 hingga Kerajaan Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu. Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama pada bulan suro, para kerabat keraton sering berjiarah ketempat - tempat keramat di Gunung Lawu.

Ada sebuah gua yang disebut Sumur Jolotundo menjelang puncak. Terdapat sebuah bangunan disekitar Puncak Argodumilah yang disebut Hargo Dalem untuk berjiarah. Disinilah tempatnya eyang Sunan Lawu. Tempat bertahtah raja terakhir Majapahit memerintahkan makhluk halus. Hargo Dalem adalah Makam Kuno tempat Mukswa sang Prabu Brawijaya. Pejiarah wajib melakukan Pesiwanan (upacara ritual) sebanyak tujuh kali untuk melihat penampakan eyang sunan lawu. Namun tidak jarang sebelum melakukan tujuh kali pendakian, pejiarah sudah dapat berjumpa dengan eyang sunan lawu.

Pawom Sewu terletak didekat pos 5 Jalur Cemoro Sewu. Tempat ini berbentuk tatanan / susunan batu yang merupai candi. Dulunya digunakan bertapa para abdi Raja Prabu Brawijaya V.

Air Terjun Gerojogan Sewu, di areal taman gerojogan disini terdapat banyak kera.
Cerita Wayang Prabu Baladewa pada saat menjelang perang Baratayudha, disuruh Kresna untuk bertapa digerojogan sewu. Hal ini untuk menghindari Baladewa ikut bertempur di medan perang, sebab kesaktiannya tanpa ada musuh yang sanggup menandinginya.
Ada juga air terjun Pringgodani, tempat bertapa Prabu Anom Gatotkaca anaknya Bima. Untuk menuju kesana melawati jalanan yang sempit dan terjal. Disini terdapat bertapaan yang juga ada sebuah kuburan yang konon merupakan kuburan Gatotkaca. Kuburan ini dikeramatkan dan banyak pejiarah yang datang. Di atasnya terdapat hutan Pringgosepi.

SEJARAH KERAMAT DI GUNUNG LAWU
Harga Dalem diyakini Masyarakat setempat sebgai tempat Mukswa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang terakhir. Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pemokswaan Ki Sabdopalon dan Harga Dumilah merupakan tempat yhang penuh misteri yang sering dipergunakan sebgai ajang menjadi kemampuan olah bathin dan meditasi.

Raja majapahit terakhir Sinuwun Bumi Nata Brawijaya Ingkang Jumeneng Kaping V memiliki salah seorang isteri yang berasal dari negeri Tiongkok bernama Putri Cempo dan memiliki Putera Raden Patah dan bersamaan dengan pudarnya Kerajaan Majapahit, jinbun Fatah mendirikan Kerajaan Islam di Glagah Wangi (Demak).

Prabu Brawijaya bersemedi dan memperoleh wisik yang pesannya : sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah kekerajaan yang baru tumbuh serta masuknya agama baru(Islam) memang sudah takdir dan tak bisa terlelakan lagi.

Prabu Brawijaya dengan hanya disertai abdinya yang setia sabdopalon diam - diam meninggalkan keraton naikke gunung lawu. sebelum sampai dipuncak dia bertemu dengan 2 orang umbul (bayan/kepala dusun) yaitu Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia mukti dan mati mereka tetap bersama Raja.

Sampailah Prabu Brawijaya bersama 3 orang abdi di puncak Hargodalem. Saat itu Prabu Brawijaya sebelum Muksa bertitah kepada 3 orang abdinya dan mengangkat Dipa Menggala menjadi penguasa gunung lawu dan membawahi semua makhluk gaib (peri, jin dan sebagainya) dengan wilayah kebarat hingga ke wilaya merapi/Merbabu, ketimur hingga gunung wilis, keselatan hingga pantai selatan dan keutara hingga dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu dan mengangkat wangsa Menggala menjadi patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Prabu Brawijaya Muksa dci Hargo Dalem, sedangkan Sabdo Palon Muksa di Puncak Harga Dumiling. Karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak kemudian menjadi Makhluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Tempat - tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat selain tiga puncak tersebut yakni : Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya dan Pringgodani.